Pada pukul 12.00 WIB indeks S&P Sensex (India) dan Straits Times (Singapura) masing-masing terkoreksi sebesar 9,99% dan 7,31%. Saham India jatuh lebih dari 9% pada hari Senin, karena pandemi COVID-19 yang menyebar dengan cepat membuat ibukota negara India kena karantina atau lockdown.
Pada hari Minggu, India telah mendaftarkan 341 kasus virus corona, dengan tujuh kematian. Per hari ini, Senin (23/3/2020) jumlah kasus di India bertambah 55 menjadi 596 mengacu pada data kompilasi John Hopkins University CSSE.
Semua distrik di ibukota New Delhi akan di lockdown, sementara pemerintah negara bagian Maharashtra, rumah bagi pusat keuangan India, Mumbai, meminta semua aktibitas bisnis yang tidak memiliki urgensi tinggi untuk ditutup hingga 31 Maret. Bank dan bursa efek akan tetap terbuka.
"Kepanikan melanda India karena ada kebijakan lockdown," kata Vinod Nair, kepala penelitian di Geojit Financial Services. "Ada kekhawatiran bahwa situasinya tidak akan segera terkendali."tambahnya melansir Reuters.
India merupakan negara dengan kepadatan populasi terbesar kedua di dunia setelah China. India merupakan rumah bagi lebih dari 1,2 miliar orang. Ukuran populasi yang besar serta kepadatan penduduk yang tinggi telah membuat India rentan akan transmisi virus yang semakin merajalela.
"Keputusan untuk lockdown adalah keputusan yang baik, tetapi saya tidak yakin kita telah punya waktu untuk orang-orang," kata Dr. Jacon T John selaku mantan kepala dewan Pusat Penelitian Medis Lanjutan bidang Virologi India melalui telepon pada hari Minggu.
"Kita masih dua langkah di belakang virus - idealnya, langkah ini seharusnya diambil seminggu yang lalu, dengan cara itu kami bisa menghentikan perjalanan wabah ke jantung India." John memperkirakan virus itu dapat menyebar hingga 10% dari 1,3 miliar populasi India dan dari jumlah tersebut, 8 juta orang dewasa dapat berisiko penyakit serius, melansir Economic Times.
Di sisi lain, kebijakan lockdown yang ditempuh jelas memberikan dampak negatif bagi perekonomian dan berpotensi besar memicu chaos. India saat ini memang tengah mengalami musibah. Di tengah perekonomiannya yang tumbuh melambat dalam 11 tahun terakhir, wabah COVID-19 malah merebak dan menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian India maupun perekonomian global.
Sementara itu, bursa saham Singapura terkoreksi parah hari ini setelah dua hari lalu, Negeri Singa melaporkan kasus kematian pertamanya. Pada Sabtu (21/3/2020), Singapura melaporkan kasus kematian akibat COVID-19 untuk dua orang pasien yang berusia 75 tahun (wanita) dan 64 tahun (pria).
Singapura yang awalnya sempat dipuji WHO karena sigap dalam menangani kasus COVID-19 karena tidak ada kasus kematian satu pun sekarang harus menerima kenyataan, bahwa virus COVID-19 memang ganas dan menjadi ancaman bagi kesehatan serta keselamatan warga negaranya.
Singapura telah meningkatkan batasan, termasuk memerintahkan semua pelancong untuk menjalani masa karantina sendiri selama 14 hari ketika mereka tiba di negara itu. Singapura juga melarang pertemuan yang dihadiri 250 orang atau lebih, dan sangat menyarankan pengusaha untuk membiarkan stafnya bekerja dari rumah.
Tak bisa dipungkiri, wabah COVID-19 yang kini sudah menjangkiti lebih dari 80% negara di dunia dan lebih nyaris 340 ribu orang memang menjadi ancaman bagi perekonomian global. kekhawatiran akan resesi global saat ini kian terasa. (twg/twg)
"bursa" - Google Berita
March 23, 2020 at 12:46PM
https://ift.tt/2wxWyH4
Corona Obrak Abrik Bursa Saham Singapura & India - CNBC Indonesia
"bursa" - Google Berita
https://ift.tt/2Nd6yfP
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Corona Obrak Abrik Bursa Saham Singapura & India - CNBC Indonesia"
Post a Comment