Bursa saham Asia sukses mengekor kinerja Wall Street yang menghijau pada perdagangan kemarin (24/10/2019): indeks S&P 500 naik 0,19%, indeks Nasdaq Composite menguat 0,81%, sementara indeks Dow Jones turun 0,05%.
Rilis kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan yang melantai di AS memantik aksi beli di bursa saham Negeri Paman Sam. Untuk periode kuartal III-2019, Microsoft melaporkan pendapatan senilai US$ 33,06 miliar, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv yang senilai US$ 32,23 miliar. Laba per saham diumumkan di level US$ 1,38, juga di atas konsensus yang senilai US$ 1,25. Harga saham perusahaan ditutup melesat 2%.
Sementara itu, harga saham Tesla melonjak hingga 17,7% pasca perusahaan secara mengejutkan mengumumkan adanya laba untuk periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perusahaan pembuat mobil listrik besutan Elon Musk tersebut berhasil membukukan laba per saham senilai US$ 1,86. Padahal, konsensus memperkirakan adanya kerugian senilai US$ 42 sen per saham.
Mengutip CNBC International yang melansir data dari FactSet, sejauh ini sebanyak lebih dari 31% perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 telah melaporkan kinerja keuangan kuartalan, di mana sebanyak nyaris 80% mampu mengalahkan estimasi dari para analis.
Di sisi lain, kinerja bursa saham Benua Kuning dibatasi oleh potensi bahwa kesepakatan dagang AS-China tahap satu bisa batal diteken.
Mengutip Bloomberg yang mendapatkan informasi dari pihak-pihak yang mengetahui masalah tersebut, China berniat untuk meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 20 miliar dalam waktu satu tahun jika kesepakatan dagang tahap satu dengan AS bisa diteken.
Tambahan pembelian senilai US$ 20 miliar tersebut akan membawa impor produk agrikultur asal AS ke kisaran level tahun 2017 atau sebelum perang dagang AS-China meletus.
Di tahun kedua, jika kesepakatan dagang final bisa diteken dan seluruh bea masuk yang dibebankan AS terhadap produk impor asal China dihapuskan, tambahan pembelian produk agrikultur asal AS bisa dinaikkan menjadi US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar.
Hal ini jelas berpotensi menimbulkan masalah baru. Pasalnya, AS menyebut bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan memasukkan komitmen dari Beijing untuk menambah pembelian produk agrikultur asal AS senilai US$ 40 miliar hingga US$ 50 miliar per tahun (bukan US$ 20 miliar seperti yang saat ini diberitakan). Sebagai gantinya, AS setuju untuk membatalkan pengenaan bea masuk baru bagi produk impor asal China yang sedianya akan dieksekusi pada pekan kemarin.
Jika AS dibuat berang dengan sikap China tersebut, ada potensi bahwa kesepakatan dagang tahap satu akan batal diteken. Malahan, perang dagang kedua negara sangat mungkin untuk tereskalasi.
Ketika perang dagang kedua negara tereskalasi, keduanya sangat mungkin untuk mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Mengingat posisi AS dan China selaku dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, tentu tekanan terhadap laju perekonomian kedua negara akan membawa dampak negatif yang signifikan bagi perekonomian dunia.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
"bursa" - Google Berita
October 25, 2019 at 04:50PM
https://ift.tt/2Pkktkm
Ikuti Jejak Wall Street, Bursa Asia Tutup Pekan di Zona Hijau - CNBC Indonesia
"bursa" - Google Berita
https://ift.tt/2Nd6yfP
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ikuti Jejak Wall Street, Bursa Asia Tutup Pekan di Zona Hijau - CNBC Indonesia"
Post a Comment