Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (31/10/2019), di zona hijau.
Pada penutupan perdagangan: indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Hang Seng menguat 0,9%, indeks Straits Times terkerek 0,68%, dan indeks Kospi bertambah 0,15%.
Bursa saham Benua Kuning menguat menyusul keputusan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS untuk memangkas tingkat suku bunga acuan pada dini hari tadi waktu Indonesia.
Pasca menggelar pertemuan selama dua hari, The Fed memutuskan untuk memangkas federal funds rate sebesar 25 bps ke rentang 1,5%-1,75%. Lemahnya pertumbuhan ekonomi global dan rendahnya tingkat inflasi menjadi faktor yang mendasari keputusan tersebut.
Keputusan The Fed untuk memangkas tingkat suku bunga acuan sesuai dengan konsensus yang juga memperkirakan bahwa tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas dengan besaran 25 bps.
Sebelum dini hari tadi, The Fed telah memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak dua kali di tahun 2019, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli dan September. Jika ditotal dengan pemangkasan pada dini hari tadi, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 75 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.
Dengan dipangkasnya tingkat suku bunga acuan lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.
Memang, ruang bagi The Fed untuk kembali memangkas tingkat suku bunga acuan terbuka lebar, seiring dengan tingkat inflasi AS yang rendah. Untuk diketahui, The Fed memiliki dua mandat yang ditetapkan oleh Kongres AS, yakni kestabilan harga (inflasi) dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang maksimum.
Berbicara mengenai inflasi, saat ini tingkat inflasi AS berada di level yang rendah. Untuk diketahui, acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur tingkat inflasi adalah Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index.
Data teranyar, Core PCE price index tercatat tumbuh sebesar 1,8% secara tahunan pada Agustus 2019, masih cukup jauh di bawah target The Fed yang sebesar 2%.
Kali terakhir Core PCE price index mencapai target The Fed adalah pada Desember 2018 silam kala pertumbuhannya adalah 2%, sama persis dengan target. Selepas itu, pertumbuhan Core PCE price index selalu berada di bawah angka 2%.
Namun, pelaku pasar patut berhati-hati dalam menghadapi perdagangan esok hari (1/11/2019). Pasalnya, pada hari ini Hong Kong resmi diketahui mengalami resesi.
Fakta pahit ini harus diterima pemerintah dan masyarakat Hong Kong pasca Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019 pada sekitar pukul 15:30 WIB hari ini.
Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).
Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.
Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sana selama nyaris lima bulan sukses menekan laju perekonomian dengan sangat signifikan, seiring dengan terkontraksinya sektor pariwisata dan ritel. Untuk diketahui, aksi demonstrasi besar-besaran yang dalam beberapa waktu terakhir terjadi di Hong Kong pada awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi.
Untuk diketahui, data pertumbuhan ekonomi Hong Kong baru dirilis kala perdagangan di mayoritas bursa saham utama kawasan Asia telah ditutup, termasuk perdagangan di bursa saham Hong Kong sendiri. Alhasil, mayoritas pelaku pasar saham Asia belum bisa melakukan price-in atas terjadinya resesi di Hong Kong.
Pada perdagangan esok hari, sentimen ini sangat berpotensi memantik aksi jual di pasar saham Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank)
"bursa" - Google Berita
October 31, 2019 at 04:53PM
https://ift.tt/34gJXTV
Bursa Asia Menghijau, Tapi Waspada Karena Hong Kong Resesi! - CNBC Indonesia
"bursa" - Google Berita
https://ift.tt/2Nd6yfP
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bursa Asia Menghijau, Tapi Waspada Karena Hong Kong Resesi! - CNBC Indonesia"
Post a Comment