VIVA – Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia, Inarno Djajadi menegaskan, pihaknya akan terus meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal memberikan layanan yang optimal kepada seluruh stakeholders.
Seperti, mewujudkan infrastruktur kebursaan yang handal dan memfasilitasi pengembangan pasar modal ke depannya.
Meski demikian, serangkaian inisiatif dan inovasi yang akan dijalankan oleh BEI, tentunya mempertimbangkan beberapa asumsi indikator makro ekonomi, dan target pengembangan yang dijabarkan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) 2019. Hal ini diakuinya, juga disetujui oleh para pemegang saham dalam RUPSLB.
"Asumsi indikator makro ekonomi 2019 BEI yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi diprediksi akan tumbuh sebesar 5,2-5,4 persen, dengan laju inflasi 3,5 persen plus minus satu persen," kata Inarno di Gedung BEI, Jakarta, Kamis 25 Oktober 2018.
Lihat Juga
Inarno menambahkan, adapun nilai BI 7 days (reverse) repo rate berada pada kisaran 5-5,5 persen, sedangkan rata-rata suku bunga deposito antara 5,5-6,5 persen. Sementara itu, rata-rata nilai tukar rupiah diasumsikan sebesar Rp14.400 per US$.
Inarno menjelaskan, asumsi makro ekonomi ini merupakan asumsi yang turut dipertimbangkan dari Nota Keuangan RAPBN 2019, dan belum mengalami perubahan sampai dengan penyampaian Buku RKAT BEI tahun 2019 kepada para pemegang saham.
"Adapun dampak yang ditimbulkan dari fluktuasi rata-rata nilai tukar rupiah terhadap US$ yang saat ini berada pada kisaran Rp14.400 sampai Rp15.500, diproyeksikan masih dalam batas toleransi kinerja keuangan BEI," ujarnya.
https://www.viva.co.id/berita/bisnis/1087935-asumsi-makro-dan-suku-bunga-acuan-versi-bursa-efek-indonesiaBagikan Berita Ini
0 Response to "Asumsi Makro dan Suku Bunga Acuan 'Versi' Bursa Efek Indonesia"
Post a Comment