Tingginya kebutuhan masyarakat terhadap jenis investasi ramah lingkungan (green investment) di lantai bursa, menarik minat Bursa Efek Indonesia (BEI) menerbitkan indeks hijau atau green index (GI). Bekerjasama dengan Yayasan Kehati, penyelenggara bursa efek itu menargetkan indeks tersebut meluncur pada akhir tahun ini.
Perkembangan ekonomi yang cepat dengan adopsi teknologi super canggih menuntut pelaku ekonomi perlu memperhatikan keberlanjutan lingkungan atau environmental sustainability. Kita selama ini terjebak dalam trade off investasi, antara pertumbuhan dan keberlanjutan lingkungan. Memacu investasi, ibarat ikut memacu kerusakan lingkungan. Faktanya, berapa banyak lingkungan yang telah terdegradasi akibat investasi di sektor pertambangan batu bara, yang booming sebagai sumber energi murah dalam lima dekade terakhir.
Persoalan trade off investasi ini di Indonesia sangat banyak. Rezim pertumbuhan yang diadopsi oleh sistem perekonomian di Tanah Air dalam dua dekade terakhir, telah menjadi pemicu kerusakan lingkungan. Memang, ekonomi bisa meroket dengan masuknya investasi, yang faktanya kita bisa tumbuh 4%–6% per tahun. Meski pun demikian, kerugian akibat lingkungan yang rusak sangat tidak terhitung nilainya.
Faktanya demikian. Misalnya, investasi di sektor perkebunan sawit dan kehutanan yang menjadi primadona ekonomi, bertumbuh sangat tinggi. Meski demikian, kerusakan hutan pun luar biasa luasnya. Laju deforestasi dari hutan tropis di Nusantara adalah yang terluas di dunia.
Bencana kebakaran hutan dan lahan silih berganti terjadi, yang menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Sayangnya, deplesi lingkungan belum masuk dalam perhitungan neraca ekonomi. Padahal, menurut Bank Dunia, bencana kebakaran hutan dan lahan 2015 menimbulkan kerugian Rp 221 triliun, setara 2% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Kebutuhan investasi yang ramah lingkungan mendesak dilakukan. Mengejar pertumbuhan tinggi boleh saja, namun tak harus mengabaikan lingkungan. Pertumbuhan dan keberlanjutan lingkungan bisa sejalan, bila rancangan pertumbuhan itu pro pada lingkungan (green growth).
Caranya, perlu mendorong potensi-potensi ekonomi yang ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, green infrastructure, ekowisata dan sebagainya.
Potensi itu sudah mulai dikembangkan di Indonesia. Meski perlu dukungan kebijakan dari pemerintah dalam mendorong daya saing. Misalnya, kita sudah memiliki komitmen untuk pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan dengan target 23% dalam bauran energi nasional pada 2025. Selanjutnya, pengembangan biodiesel juga sangat cepat dan diproyeksikan semakin meningkat. Begitu juga perubahan sistem transportasi yang ramah lingkungan (green transportation) sudah mulai dirancang. Dan berbagai proyek infrastruktur hijau atau green infrastructure terus dipacu. Semua butuh kanal investasi.
Editor: Tri Adi
Editor: Tri Adi
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menanti green index di Bursa Efek Indonesia - Kontan"
Post a Comment